Sebuah Resensi Novel "Tuhan Maaf Engkau Kumadu"
oleh : Choirul Anam
Judul Buku : Tuhan Maaf Engkau Ku Madu
Penulis : Aguk Irawan Mn
Penerbit : Glosaria Media
Tahun Terbit : 2013
Isi : 392 Hal + Xxii: 12 X 19 Cm
Peresensi : Choirul Anam
Allah-ku, duhai Allah, kekasih hatiku, saat aku sendiri menikmati rasa cinta, maafkan cintaku pada-Mu, mesti kubagi satu untuk-Mu, satu lagiu untuk nisaku. Cinta membeku dan mencair dalam takdir-Mu, o, Allah-ku, maafkan aku, maafkan tauhidku, apakah aku kufur, bila malam ini Kau kumadu? Apakah aku salah, bila cintaku pada hamba lebih? Tapi, andai kau tak beri aku cinta sebesar ini, tentu, tentu saja aku tak akan menduakan-mu, karena itu, apa aku salah menggenggam pemberian-Mu, dan melambungkan rahasia alif lammim-Mu? (hal 163).
Demikianlah sepenggal puisi yang ditulis Ridho, tokoh utama dalam novel ini takala dia dilanda kebimbangan yang amat sangat. Dalam perjalanan hidupnya menuntut ilmu sekaligus bekerja di bumi para nabi- Mesir, dia dihadapkan dengan kenyataan pahit bahwa ia selalu mengalami kebuntuan tentang persoalan mencari pendamping hidup. Namun kejadian berubah ketika isyarat-isyarat muncul dan memaksa dirinya untuk mencintai seorang gadis yang teramat sempurna bagi seorang lelaki seperti Ridho.
Kisah dalam novel ini bermula ketika ridho beserta rombongan Nadi Wafidin melakukan tour ke Luxor, Aswan, dan Abou simbel. Dengan bahasa yang lugas dan mudah difahami kita akan dibawa menyelami mesir kuno yang bersejarah dan menikmati suasana kota Aswan dan keindahan sungai Nil. Dialog-dialog ringan antara Ridho dan irwan-sahabatnya selalu memunculkan humor dan kesan yang menggelitik. Apalagi ketika Ridho harus menghadapi tingkah konyol sahabatnya itu, terhadap mahasiswi yang tanpa sadar telah mengukir tanda-tanda pada dirinya yang dia sebut sebagai “legenda pribadi”.
Adalah Nisa, Eva Ratu Nisa yang memberikan banyak penanda bagi ridho, terutama mimpi-mimpinya yang menguatkan tekat ridho bahwa dia-Nisa-lah pendamping hidupnya. Walaupun merasa tidak pantas, perempuan yang terlalu sempurna dimata ridho, namun akhirnya Ridho membulatkan niatnya untuk mendapatkannya. Ridho melakukan berbagai cara untuk menyampaikan maksudnya, yaitu meminang Nisa. Namun ternyata kata Gus Nas, seorang Tokoh yang pernah menjadi Guru Nisa semasa nyantri di pesantren, memberitahukan kenyataan pahit bahwa ternyata Nisa telah memilki tambatan hati lain. Betapa hancurnya hati Ridho. Namun dia tidak menyerah.
Inilah keunggulan dari Novel yang ditulis Aguk irawan MN, walaupun tidak banyak membicarakan soal cinta, tapi pendeskripsian perasaan ridho sungguh benar-benar mampu mewakili apa yang hendak disampaikan penulis dalam novelnya itu. Dan lagi dalam Novel ini banyak ditemukan nilai-nilai spiritual yang dengan gamblang bisa dibaca pada setiap penggalan dialog antara Ridho dan Mursyidnya. Perjalanan Ridho dalam mencari kebenaran memang sungguh luar biasa. Karena dari situlah akhirnya Ridho mulai bisa mempelajari kehidupan yang bersifat spiritual kedalam dunia yang faktual.
Dalam kisahnya Ridho sebenarnya sudah bangkit dari nuansa utophia cinta, bahkan dalam memaknai cinta (mahabbah) yang berasal dari hibbah (yang tumbuh), dan dirinya telah mampu menumbuhkan hibb (benih-benih) menjadi kecambah yang bisa dijual. Semakin hari usahanya semakin besar dan terkenal dikalangan mahasiswa Asia tenggara dengan sebutan ‘nabat ful magnum li intag’ (tanaman kedelai produksi si majnun). Karena kawan-kawannya di Cairo sudah menganggapnya gila.
Novel ini dikemas dengan bahasa dan klimaks yang lebih ringan namun tetap mewakili perasaan hingga menitikan air mata ketika membacanya. Banyak kutipan-kutipan puisi klasik jalaludin rummi, fakhrudin ‘iraqi, William sakesphare, WS rendra, dan dari kisah-kisahnya yang juga diilhami dari novel sang alchemist karya Paulo celho. Banyak pesan-pesan moral yang tersirat tentang bagaimana seorang pencinta itu seharusnya mencintai.
Namun dari segi penulisan mungkin novel ini harus lebih banyak dibenahi, tidak tanggung-tanggung dari 21 bab yang terdiri dari 392 halaman terdapat lebih dari 37 kesalahan penulisan/ ejaan dan 15 bahasa yang tidak baku dan kurang tepat. Bahkan nama sahabat ridho “irwan” pada bab ke-3 berubah menjadi irawan dan pada bab ke-4 kembali lagi menjadi irwan kemudian di bab-bab akhir namanya sering berganti-ganti antara irwan dan irawan, nama lengkap afandi irwan pada hal.56 berubah menjadi irwan afandi. Dan lagi nama orangtua ridho sutriman berubah menjadi sutarmin (hal.92) dan berubah menjadi sutirman (pada hal.98).
Pembaca juga akan menemukan sambungan cerita yang ganjil, pada bab ke-5 “menjadi sopir kedutaan besar RI” yang berisi tentang flash back sejarah pribadi ridho beserta tempat kelahirannya sampai cerita keberangkatannya ke mesir hingga dia akhirnya bekerja sebagai sopir di kedutaan besar RI. Dan jika ditarik alur dari awal ridho melamun di mobil Mercedes bens milik diplomat hingga selesai, lalu di awal bab selanjutnya terjadi kisah lain yang serupa yaitu ridho melamun dan irwan mengejutkannya dari belakang, jika di sambungkan hal ini memang tidak sinkron namun seperti memiliki kesinambungan yang membuat pembaca agak bingung.
Demi kesempurnaan novel ini, Edisi revisi adalah solusi yang tepat, mengingat novel ini sangat unik dan menarik. Menggambarkan cerita yang benar-benar pernah terjadi, dan bahkan pada akhir ceritanya kasus serupa masih banyak terjadi di indonesia. Sebenarnya adakah rasa kemanusiaan dihati mereka? Saya berkali-kali dibuat menangis ketika membacanya. Karena banyak perjalanan cintanya yang mewakili apa yang pernah saya dan orang-orang rasakan, cinta yang begitu besar dan kenyataan yang tidak berpihak kepada kita.
Dan di penghujung perjalanannya, Novel ini memiliki sentuhan akhir yang sangat menyentuh hati. Walau tidak berakhir bahagia, tetapi juga tidak berakhir dalam kesedihan. Bahasa jiwanya mampu membuat pembaca terenyuh berfikir jauh mengenai apa yang telah berlalu dan menjadi rahasia dibalik tabir sebagai akhir dari “legenda pribadi”. Inilah sebuah novel sufistik yang harus dimiliki oleh setiap penikmat karya sastra.
Choirul Anam
Yogyakarta, 24 desember 2013